UKK di Awal Puasa Ujian Berat Bagi Siswa

Siswa SD Karangnongko I sedang mengikuti Ulangan Kenaikan Kelas ditengah menjalani puasa Ramadhan 1437 H

Peringatan Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul

Siswa dan Guru SD Karangnongko I memperingati hari jadi Kabupaten Gunungkidul ke-185 dengan berpakaian Jawa gagrak Ngayogyakarta

Latihan Karawitan SD Karangnongko I

Siswa kelas V sedang mengikuti ekstrakurikuler kerawitan yang dilaksanakan setiap hari Kamis

Kinerja Kepala Sekolah SD Karangnongko I

Kepala Sekolah SD Karangnongko I diapit Tim Penilai Kinerja Kepala Sekolah serta guru SD Karangnongko I melakukan foto bersama setelah selesai penilaian.

Pengumuman Kelulusan Siswa Kelas VI SD Karangnongko I

Wahyuwidayati,S.Pd membagikan surat pernyataan lulus dan mengucapkan selamat bagi 22 siswa kelas VI SD Karangnongko I yang dinyatakan telah lulus.

Jumat, 03 Juni 2016

Cara Baru Menjadi Guru yang Menyenangkan

Selamat bertemu kembali bapak dan ibu yang berbahagia.  Kali ini ada artikel menarik yang mungkin bermanfaat bagi bapak ibu yang berprofesi sebagai guru.  Silahkan dibaca dan diresapi. 
1. Proses menjadi guru yang profesional diawali dengan sikap yang mantap, yakin keyakinan.
Keyakinan terhadap profesi Anda adalah kunci kesuksesan.

2. Yakinlah ada hakim di balik profesi anda. Ada hal-hal tersembunyi, ada dunia yang indah, ada cinta yang menyala, ada masa depan yang menjanjikan, dan ada jinjiTuhan yang pasti.

3. Jangan ragukan lagi bahwa profesi Andda adalah penting. Jika pemadam kebakaran atau dokter dapat membantu menyelamatkan jiwa seseorang, maka Anda pun dapat membangun peradaban. Bukankah guru juga seorang pahlawan?

4. Jangan gunakan kata "hanya" untuk menyebutkan profesi Anda. Jika Anda tidak menghargai profesi Anda, siapa lagi yang akan menghargainya?

5. Syukuri dan nikmatilah profesi Anda. Sikap ini merupakan sumber energi besar untuk menjalani prosi Anda.

B. Memulai Pembelajaran

6. Rancanglah pembelajaran Anda sebaik mungkin sehingga memudahkan Anda melaksanakanya. Tuliskan dengan jelas dan rinci apa yang akan siswa dan Anda lakukan dalam pembelajaran.

7. Tetapkan indikator pencapaian pembelajaran di Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Anda secara operasional dan jelas. Tetapkan pula meode dan media pembelajaranyang akan Anda gunakan serta uraikan penggunaanya.

8. Milikilah dokumen-dokumen penting, seperti kurikulum, silabis, dan sistem penilaian yang mendukung tugas profesional Anda.

9. Kuasai materi jauh lebih banyak dari yang Anda ajarkan, Bersiaplah untuk membelajarkan siswa yang berkemampuan lebih selain siswa yang lambat.

10. Mulailah mempelajari dengan tepat waktu. Ucapkan salam dan tanyakan kondisi siswa agar suasana lebih hangat dan tidak kaku. Sebarkanlah pandangan ke seluruh siswa sehingga mereka merasa diperhatian keberadaanya.

11. Sadarkan siswa akan manfaat pembelajaran yang akan mereka ikuti dengan mengaikannya dengan masalah nyata atau materi yanh telah siswa ketahui.

12. Pastikan siswa telaj menguasai materi prasyarat dengan memberikan pertanyaan lisan atau tes tertulis singkat  di awal pembelajaran.

13. Berikan gambaran siswa tentang kopetensi yang harus mereka kuasai, kegiatan pembelajarn yang akan mereka lakukan, dan tugas-tugas yang akan mereka kerjakan.

14.Sesekali tanyakan kepada siswa, pembelajaran sepertiu apa yang mereka kehendaki, agar mereka akan merasa dilibatkan dalam pembelajaran.

C. Menggunakan Metode Pmbelajaran

15. Setiap siswa memiliki tipe dan gaya belajar sendiri. Gunakam metode pembelajaran yang sesuai dengan kompeensi, materi, karakteristik siswa, dan kondisi kelas Anda.

16. Cara menghafal yang paling baik aalah dengan memahami. Meminta siswa untuk menghafal tanpa memahaminya merupakan perbuatan sia-sia dan mungkin juga kejam.

17. Pembelajaran tidak di masukan sebagai proses mentrasfer ilmu, melainkan sebagai usaha guru untuk membantu siswa membangun pengetahuannya. Kembangkanlah suasana pembelajaran yang mungkin siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri.

18. Terapkan pembelajaran yang membiasakan siswa untuk memecahkan masalah, menginterprestasikan data, memahami isu, atau mengekspresikan pendapat dengan alasan yang tepat. Hal yang demikian diyakini dapat mengembangkan keterampilan siswa untuk berfikir logis dan krisis.

19. Lakukan pembelajaran yang menyeimbangkan aktivitas memtal dan fisik siswa.

20. Lakukan aktivitas pembelajaran yang bervariasi. Jika perlu berikan humor atau permainan edukatif. Gunakan sumber belajar yang bervariasi guna lebih memperkaya pengalaman belajar siswa.

21. Berikan penekanan pada konsep-konsep penting dengan sedikit meninggalkan intensitas suara ketika menyabutkanya, memberikan isyarat, memberikan ilustrasi gambar, atau dengan mengulanginya.

22. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mencerna penjelasan Anda dengan memberikan waktu jeda atau hening sejenak di sela-sela penjelasan Anda.

23. Sikap diam siswa kadang bukan pertanda bahwa mereka telah memahami materi pelajaran. Berikan pertanyaan atau tugas singkat guna memastikan bahwa mereka memang betul-betul menguasainya.

Kamis, 02 Juni 2016

Jadwal Ulangan Kenaikan Kelas UKK Tahun 2016

Ulangan Kenaikan Kelas(UKK) di Sekolah Dasar Kabupaten Gunungkidul sebentar lagi. Yaitu akan dimulai pada hari Selasa tanggal 7 Juni 2016. Selanjutnya berikut ini kami sampaikan jadwal UKK untuk SD Karangnongko I.
Silahkan klik ini

Rabu, 01 Juni 2016

Edaran Jam Belajar pada Bulan Puasa

Bapak ibu dan para siswa tercinta,  berikut kami sampaikan surat edaran yang berkaitan dengan jam belajar di bulan Romadlon tahun 2016.Silahkan dicermati dan selamat menunaikan ibadah puasa

Selasa, 31 Mei 2016

Ungkapan Jujur Seorang Anak

Selamat datang Bapak ibu,  dan teman semua telah berkunjung di blog ini.  Berikut ada cerita yang menarik dan dapat menginspirasi khusus nya bagi orang tua yang memiliki putra putri yang sangat disayangi.
Cerita ini kami peroleh dari blog sebelah yang telah dishare oleh salah seorang anggita wa. Mari kita baca dengan pelan dan coba diresapi..

True Story dari seorang sahabatnya Adi W Gunawan.
Semoga bermanfaat.

UNGKAPAN JUJUR SEORANG ANAK

Tahun 2005 yang lalu saya harus mondar-mandir ke SD tempat sekolah anak kami. Anak sulung kami yang bernama Dika, duduk di kelas 4 di SD itu. Waktu itu saya memang harus berurusan dengan wali kelas dan kepala sekolah.

Pasalnya menurut observasi wali kelas dan kepala sekolah, Dika yang duduk di kelas unggulan, tempat penggemblengan anak-anak berprestasi itu, waktu itu justru tercatat sebagai anak yang bermasalah. Saat saya tanyakan apa masalah Dika, guru dan kepala sekolah justru menanyakan apa yang terjadi di rumah sehingga anak tersebut selalu murung dan menghabiskan sebagian besar waktu belajar di kelas hanya untuk melamun. Prestasinya kian lama kian merosot.

Dengan lemah lembut saya tanyakan kepada Dika, "Apa yang kamu inginkan?" Dika hanya menggeleng.

"Kamu ingin ibu bersikap seperti apa?," tanya saya. "Biasa-biasa saja," jawab Dika singkat.

Beberapa kali saya berdiskusi dengan wali kelas dan kepala sekolah untuk mencari pemecahannya, namun sudah sekian lama tak ada kemajuan. Akhirnya kamipun sepakat untuk meminta bantuan seorang psikolog.

Suatu pagi, atas seijin kepala sekolah, Dika meninggalkan sekolah untuk menjalani test IQ. Tanpa persiapan apapun, Dika menyelesaikan soal demi soal dalam hitungan menit. Beberapa saat kemudian, Psikolog yang tampil bersahaja namun penuh keramahan itu segera memberitahukan hasil testnya.

Angka kecerdasan rata-rata anak saya mencapai 147 (sangat cerdas) di mana skor untuk aspek-aspek kemampuan pemahaman ruang, abstraksi, bahasa, ilmu pasti, penalaran, ketelitian dan kecepatan berkisar pada angka 140 - 160. Namun ada satu kejanggalan, yaitu skor untuk kemampuan verbalnya tidak lebih dari 115 (rata-rata cerdas).

Perbedaan yang mencolok pada 2 tingkat kecerdasan yang berbeda itulah yang menurut psikolog, perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut. Oleh sebab itu psikolog itu dengan santun menyarankan saya untuk mengantar Dika kembali ke tempat itu seminggu lagi. Menurutnya Dika perlu menjalani test kepribadian.

Suatu sore, saya menyempatkan diri mengantar Dika kembali mengikuti serangkaian test kepribadian. Melalui interview dan test tertulis yang dilakukan, setidaknya psikolog itu telah menarik benang merah yang menurutnya menjadi salah satu atau beberapa faktor penghambat kemampuan verbal Dika.

Setidaknya saya bisa membaca jeritan hati kecil Dika. Jawaban yang jujur dari hati Dika yang paling dalam itu membuat saya berkaca diri, melihat wajah seorang ibu yang masih jauh dari ideal.

Ketika Psikolog itu menuliskan pertanyaan "Aku ingin ibuku :...."

Dika pun menjawab, "Membiarkan aku bermain sesuka hatiku, sebentar saja."

Dengan beberapa pertanyaan pendalaman, terungkap bahwa selama ini saya kurang memberi kesempatan kepada Dika untuk bermain bebas. Waktu itu saya berpikir bahwa banyak ragam permainan-permainan edukatif sehingga saya merasa perlu menjadwalkan kapan waktunya menggambar, kapan waktunya bermain puzzle, kapan waktunya bermain basket, kapan waktunya membaca buku cerita, kapan waktunya main game di komputer dan sebagainya. Waktu itu saya berpikir bahwa demi kebaikan dan demi masa depannya, Dika perlu menikmati permainan-permainan secara merata di sela-sela waktu luangnya yang memang tinggal sedikit karena sebagian besar telah dihabiskan untuk sekolah dan mengikuti berbagai kursus di luar sekolah. Saya selalu pusing memikirkan jadwal kegiatan Dika yang begitu rumit. Tetapi ternyata permintaan Dika hanya sederhana, diberi kebebasan bermain sesuka hatinya, menikmati masa kanak-kanaknya.

Ketika Psikolog menyodorkan kertas bertuliskan "Aku ingin Ayahku ..."

Dika pun menjawab dengan kalimat yang berantakan namun kira-kira artinya "Aku ingin ayahku melakukan apa saja seperti dia menuntutku melakukan sesuatu".

Melalui beberapa pertanyaan pendalaman, terungkap bahwa Dika tidak mau diajari atau disuruh, apalagi diperintah untuk melakukan ini dan itu. Ia hanya ingin melihat ayahnya melakukan apa saja setiap hari, seperti apa yang diperintahkan kepada Dika. Dika ingin ayahnya bangun pagi-pagi kemudian membereskan tempat tidurnya sendiri, makan dan minum tanpa harus dilayani orang lain, menonton TV secukupnya, merapikan sendiri koran yang habis dibacanya dan tidur tepat waktu. Sederhana memang, tetapi hal-hal seperti itu justru sulit dilakukan oleh kebanyakan orang tua.

Ketika Psikolog mengajukan pertanyaan "Aku ingin ibuku tidak ..."

Maka Dika menjawab, "Menganggapku seperti dirinya."

Dalam banyak hal saya merasa bahwa pengalaman hidup saya yang suka bekerja keras, disiplin, hemat, gigih untuk mencapai sesuatu yang saya inginkan itu merupakan sikap yang paling baik dan bijaksana. Hampir-hampir saya ingin menjadikan Dika persis seperti diri saya. Saya dan banyak orang tua lainnya seringkali ingin menjadikan anak sebagai foto copy diri kita atau bahkan beranggapan bahwa anak adalah orang dewasa dalam bentuk sachet kecil.

Ketika Psikolog memberikan pertanyaan "Aku ingin ayahku tidak...."

Dika pun menjawab, "Tidak menyalahkan aku di depan orang lain. Tidak mengatakan bahwa kesalahan-kesalahan kecil yang aku buat adalah dosa."

Tanpa disadari, orangtua sering menuntut anak untuk selalu bersikap dan bertindak benar, hingga hampir-hampir tak memberi tempat kepadanya untuk berbuat kesalahan. Bila orangtua menganggap bahwa setiap kesalahan adalah dosa yang harus diganjar dengan hukuman, maka anakpun akan memilih untuk berbohong dan tidak mau mengakui kesalahan yang telah dibuatnya dengan jujur. Kesulitan baru akan muncul karena orangtua tidak tahu kesalahan apa yang telah dibuat anak, sehingga tidak tahu tindakan apa yang harus kami lakukan untuk mencegah atau menghentikannya.

Saya menjadi sadar bahwa ada kalanya anak-anak perlu diberi kesempatan untuk berbuat salah, kemudian iapun bisa belajar dari kesalahannya. Konsekuensi dari sikap dan tindakannya yang salah adakalanya bisa menjadi pelajaran berharga supaya di waktu-waktu mendatang tidak membuat kesalahan yang serupa.

Ketika Psikolog itu menuliskan "Aku ingin ibuku berbicara tentang ....."

Dika pun menjawab, "Berbicara tentang hal-hal yang penting saja".

Saya cukup kaget karena waktu itu saya justru menggunakan kesempatan yang sangat sempit, sekembalinya dari kantor untuk membahas hal-hal yang menurut saya penting, seperti menanyakan pelajaran dan PR yang diberikan gurunya. Namun ternyata hal-hal yang menurut saya penting, bukanlah sesuatu yang penting untuk anak saya. Dengan jawaban Dika yang polos dan jujur itu saya diingatkan bahwa kecerdasan tidak lebih penting dari pada hikmat dan pengenalan akan Tuhan. Pengajaran tentang kasih tidak kalah pentingnya dengan ilmu pengetahuan.

Atas pertanyaan "Aku ingin ayahku berbicara tentang .....",

Dika pun menuliskan, "Aku ingin ayahku berbicara tentang kesalahan-kesalahannya. Aku ingin ayahku tidak selalu merasa benar, paling hebat dan tidak pernah berbuat salah. Aku ingin ayahku mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepadaku."

Memang dalam banyak hal, orangtua berbuat benar tetapi sebagai manusia, orangtua tak luput dari kesalahan. Keinginan Dika sebenarnya sederhana, yaitu ingin orangtuanya sportif, mau mengakui kesalahnya dan kalau perlu meminta maaf atas kesalahannya, seperti apa yang diajarkan orang tua kepadanya.

Ketika Psikolog menyodorkan tulisan "Aku ingin ibuku setiap hari ....."

Dika berpikir sejenak, kemudian mencoretkan penanya dengan lancar, "Aku ingin ibuku mencium dan memelukku erat-erat seperti ia mencium dan memeluk adikku".

Memang adakalanya saya berpikir bahwa Dika yang hampir setinggi saya sudah tidak pantas lagi dipeluk-peluk, apalagi dicium-cium. Ternyata saya salah, pelukan hangat dan ciuman sayang seorang ibu tetap dibutuhkan supaya hari-harinya terasa lebih indah. Waktu itu saya tidak menyadari bahwa perlakukan orang tua yang tidak sama kepada anak-anaknya seringkali oleh anak-anak diterjemahkan sebagai tindakan yang tidak adil atau pilih kasih.

Secarik kertas yang berisi pertanyaan "Aku ingin ayahku setiap hari...."

Dika menuliskan sebuah kata tepat di atas titik-titik dengan satu kata, "Tersenyum."

Sederhana memang, tetapi seringkali seorang ayah merasa perlu menahan senyumannya demi mempertahankan wibawanya. Padahal senyum tulus seorang ayah sedikitpun tidak akan melunturkan wibawanya, tetapi justru bisa menambah simpati dan energi bagi anak-anak dalam melakukan segala sesuatu seperti yang ia lihat dari ayahnya setiap hari.

Ketika Psikolog memberikan kertas yang bertuliskan "Aku ingin ibuku memanggilku. ..."

Dika pun menuliskan, "Aku ingin ibuku memanggilku dengan nama yang bagus"

Saya tersentak sekali! Memang sebelum ia lahir kami telah memilih nama yang paling bagus dan penuh arti, yaitu Judika Ekaristi Kurniawan. Namun sayang, tanpa sadar, saya selalu memanggilnya dengan sebutan Nang. Nang dalam Bahasa Jawa diambil dari kata "Lanang" yang berarti laki-laki.

Ketika Psikolog menyodorkan tulisan yang berbunyi "Aku ingin ayahku memanggilku .."

Dika hanya menuliskan 2 kata saja, yaitu "Nama Asli".

Selama ini suami saya memang memanggil Dika dengan sebutan "Paijo" karena sehari-hari Dika berbicara dalam bahasa Indonesia atau bahasa Sunda dengan logat Jawa medok. "Persis Paijo, tukang sayur keliling," kata suami saya.

Atas jawaban-jawaban Dika yang polos dan jujur itu, saya menjadi malu karena selama ini saya bekerja di sebuah lembaga yang membela dan memperjuangkan hak-hak anak. Kepada banyak orang saya kampanyekan pentingnya penghormatan hak-hak anak sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak Sedunia. Kepada khalayak ramai saya bagikan poster bertuliskan "To Respect Child Rights is an Obligation, not a Choice", sebuah seruan yang mengingatkan bahwa "Menghormati Hak Anak adalah Kewajiban, bukan Pilihan".

Tanpa saya sadari, saya telah melanggar hak anak saya karena telah memanggilnya dengan panggilan yang tidak hormat dan bermartabat. Dalam diamnya anak, dalam senyum anak yang polos dan dalam tingkah polah anak yang membuat orang tua kadang-kadang bangga dan juga kadang-kadang jengkel, ternyata ada banyak Pesan Yang Tak Terucapkan.

Seandainya semua ayah mengasihi anak-anaknya, maka tidak ada satupun anak yang kecewa atau marah kepada ayahnya. Anak-anak memang harus diajarkan untuk menghormati ayah dan ibunya, tetapi para orang tua tidak boleh membangkitkan amarah di dalam hati anak-anaknya. Para orangtua harus mendidik anaknya di dalam ajaran dan nasehat yang baik. Semoga bermanfaat bagi kita semua, para orang tua dari putra/putri kita masing-masing.

Bagaimana menurut Anda?